Kelembutan Hati
Senin, 16 Januari 2012 04:35 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh H Imam Nur Suharno MPdI
Ada seorang syekh melihat seorang anak berwudhu di tepi sungai sambil menangis. Syekh tersebut bertanya, “Wahai anak, mengapa engkau menangis?”
Anak tersebut menjawab, “Saya membaca ayat Alquran, hingga sampai ayat: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS At-Tahrim [66]: 6). Saya takut, jangan-jangan Allah memasukkan saya ke neraka.”
Syekh tersebut berkata, “Wahai anak kecil, kamu tidak akan disiksa, karena kamu belum baligh, jangan merasa takut, kamu tidak berhak memasuki neraka.”
Anak kecil tersebut menjawab, “Wahai syekh, engkau adalah orang yang pandai, tidakkah syekh tahu bahwa seorang yang menyalakan api untuk satu keperluannya itu memulai dengan kayu-kayu yang kecil baru kemudian yang besar.”
Seraya menangis seorang syekh tersebut berkata, “Anak ini lebih takut kepada neraka daripada saya.”
Itulah gambaran kelembutan hati seseorang yang dibingkai dengan iman. Seorang yang betul-betul beriman dan senantiasa bertambah keimanannya akan semakin peka dan mudah merasai sesuatu, karena semua perkara akan dilihat dari kehendak-kehendak Allah, bukan dari kehendak-kehendaknya.
Seorang yang beriman kepada Allah pasti akan sedih apabila tidak dapat bersedekah karena tidak memiliki harta, akan takut apabila azab akan menimpa dirinya sewaktu-waktu, akan bersedih bila tidak mampu membantu orang-orang yang susah, akan meneteskan air mata kesedihan apabila melihat anak-anak yang terlantar, akan harap apabila nanti dimasukkan ke dalam surga, akan gembira apabila imannya terus kekal hingga ke penghujung usia, dan begitu seterusnya.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Demi Allah, seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kamu akan sedikit tertawa dan akan banyak menangis.” (HR Tirmidzi).
Seorang Tabi’in pernah berkata, “Siapa diberi ilmu dan tidak membuatnya menangis maka lebih baik baginya untuk tidak diberi ilmu, kerana Allah telah menerangkan bahwa sifat orang yang berilmu itu adalah menangis.” (HR Ad-Daraami).
Oleh karena itu, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang takut kepada Allah (karena kelembutan hatinya) adalah orang-orang yang berilmu, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu).” (QS Fathir [35]: 28). Wallahu a’lam.
Senin, 16 Januari 2012 04:35 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh H Imam Nur Suharno MPdI
Ada seorang syekh melihat seorang anak berwudhu di tepi sungai sambil menangis. Syekh tersebut bertanya, “Wahai anak, mengapa engkau menangis?”
Anak tersebut menjawab, “Saya membaca ayat Alquran, hingga sampai ayat: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS At-Tahrim [66]: 6). Saya takut, jangan-jangan Allah memasukkan saya ke neraka.”
Syekh tersebut berkata, “Wahai anak kecil, kamu tidak akan disiksa, karena kamu belum baligh, jangan merasa takut, kamu tidak berhak memasuki neraka.”
Anak kecil tersebut menjawab, “Wahai syekh, engkau adalah orang yang pandai, tidakkah syekh tahu bahwa seorang yang menyalakan api untuk satu keperluannya itu memulai dengan kayu-kayu yang kecil baru kemudian yang besar.”
Seraya menangis seorang syekh tersebut berkata, “Anak ini lebih takut kepada neraka daripada saya.”
Itulah gambaran kelembutan hati seseorang yang dibingkai dengan iman. Seorang yang betul-betul beriman dan senantiasa bertambah keimanannya akan semakin peka dan mudah merasai sesuatu, karena semua perkara akan dilihat dari kehendak-kehendak Allah, bukan dari kehendak-kehendaknya.
Seorang yang beriman kepada Allah pasti akan sedih apabila tidak dapat bersedekah karena tidak memiliki harta, akan takut apabila azab akan menimpa dirinya sewaktu-waktu, akan bersedih bila tidak mampu membantu orang-orang yang susah, akan meneteskan air mata kesedihan apabila melihat anak-anak yang terlantar, akan harap apabila nanti dimasukkan ke dalam surga, akan gembira apabila imannya terus kekal hingga ke penghujung usia, dan begitu seterusnya.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Demi Allah, seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kamu akan sedikit tertawa dan akan banyak menangis.” (HR Tirmidzi).
Seorang Tabi’in pernah berkata, “Siapa diberi ilmu dan tidak membuatnya menangis maka lebih baik baginya untuk tidak diberi ilmu, kerana Allah telah menerangkan bahwa sifat orang yang berilmu itu adalah menangis.” (HR Ad-Daraami).
Oleh karena itu, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa orang yang takut kepada Allah (karena kelembutan hatinya) adalah orang-orang yang berilmu, sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama (orang-orang yang berilmu).” (QS Fathir [35]: 28). Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment